“Kalau
tindakan seorang pemimpin terhadap bawahan sembrono, maka sebenarnya ia
bukan hanya tidak menghormati bawahannya. Lebih dari itu ia juga telah
mengajarkan kepada bawahan untuk tidak menghormati atasannya. Seorang
pemimpin tidak boleh terjebak pada perannya sebagai sahabat atau
psikiater. Tugas pemimpin adalah bagaimana mengelola kehidupan sebuah
perusahaan.”
Kesuksesan
sebuah usaha bisa dilacak dari pemimpinnya. Edwin H. Friedman
mengatakan, “Kepemimpinan bisa dianggap sebagai kapasitas untuk
menentukan diri sendiri dengan orang lain, dengan cara yang jelas dan
memperluas visi masa depan.”
Penting
untuk mengenali apa yang positif dan efektif di masing-masing pemimpin,
tapi juga penting untuk menyadari hambatan yang mungkin dihadapi.
Kepemimpinan yang sukses berkembang dari waktu ke waktu, dan hanya bisa
ditingkatkan dengan pengetahuaun bagaimana mendiagnosa dan memperlakukan
pemimpin.
Setiap
pemimpin yang berpandangan ke depan semestinya memahami bahwa sumber
daya yang tak ternilai dalam setiap perusahaan adalah potensi
manusianya. Sebagai pemimpin, ia bertanggung-jawab untuk mengembangkan
bakat yang sangat luas tersebut. Sebegitu pentingnya unsur sumber daya
manusia, seorang eksekutif puncak di sebuah perusahaan besar di Amerika
pernah berujar: “Ambilah semua harta saya, asal bukan organisasinya.
Maka dalam lima tahun kedepan saya akan bisa memperoleh semuanya
kembali.”
Masalahnya,
tidak semua pemimpin mampu mengelola perusahaannya dengan benar.
Menurut catatan Steven Brown yang telah bertahun-tahun bertugas sebagai
konsultan, setidaknya ada beberapa kesalahan fatal yang dilakukan oleh
seorang pemimpin. Kesalahan tersebut adalah:
Gagal Mengembangkan Orang
Salah satu
tujuan utama manajemen adalah kelangsungan bisnis itu sendiri, meski
ada perubahan waktu dan orang-orang yang mengelolanya. Itu artinya, jika
suatu saat perusahaan yang anda bangun akhirnya menjadi runtuh setelah
anda tinggalkan, maka anda layak merasa bersalah dan gagal dalam
mengembangkan estafet kepemimpinan. Sering terjadi, karena berbagai
alasan, tidak percaya kemampuan seseorang, misalnya seorang pemimpin
merasa perlu melakukan segala sesuatunya sendiri. Tidak ada pelimpahan
wewenang dan kekuasaan. Akibatnya, selain disibukkan oleh urusan yang
sebenarnya tidak perlu, pemimpin tadi secara tidak sadar telah
melewatkan kesempatan untuk menciptakan kader-kader pemimpin baru. Jika
anda ragu mengenai perlunya membangun people sekuat mungkin, berikut
bisa menjadi gambaran. Seseorang memulai sebuah usaha, dan usaha itu
terus bertahan selama ia masih bekerja. Lalu, perusahaan itu
perlahan-lahan lenyap setelah para penggantinya menggantikan selama
kurang lebih setengah jangka waktu kerja suatu generasi.
Mengendalikan Hasil, Bukan Mengendalikan Cara
Cara
berpikir seseorang tentu berbeda-beda. Ini pula yang menjadi sebab
mengapa beberapa orang bisa lebih produktif ketimbang yang lain.
Kebanyakan pemimpin sering memukul rata mengenai unjuk kerja
karyawannya. Terlebih lagi untuk pekerjaan-pekerjaan yang sangat mudah
terlihat hasilnya, seperti bidang penjualan.
Padahal
setiap karyawan, seperti tadi sudah disinggung memiliki cara pandang dan
perasaan yang berbeda-beda untuk suatu masalah. Karena itu untuk
menghindari persepsi yang keliru itu, seorang pemimpin mesti melihat
dalam sebuah kerangka rangkaian yang utuh, yakni melalui pikiran,
perasaan atau akal budi, kegiatan dan lama-lama menjadi kebiasaan, lalu
memberikan hasil. Jika rangkaian tersebut dipergunakan, maka pemimpin
akan dengan mudah melakukan perubahan drastis dalam membangun
produktifitas karyawan.
Bergabung dengan Kelompok yang Keliru
Poin utama pada masalah ini adalah bagaimana seorang pemimpin mengembangkan sikap, terutama tentang kesetiaan. Seorang pemimpin sering dijadikan sebagai pejuang bagi orang-orang yang melawan kebijakan, tujuan dan sasaran perusahaan.
Jika hal
itu terjadi, anda harus menolak sekalipun yang mengajak anda adalah
seorang pemimpin sejawat anda atau sekumpulan beberapa karyawan.
Seragam dalam Mengelola Orang
Pemimpin yang mengelola anak buahnya dengan cara yang sama atau satu teknik saja, seringkali mengalami kekecewaan. Pemimpin yang baik mestinya peka terhadap perbedaan dan kepribadian masing-masing staf.
Oleh karena itu, pemimpin harus menyadari dan memanfaatkan perbedaan tersebut sebagai sebuah kekuatan.
Melupakan Pentingnya Laba
Tujuan
utama sebuah organisasi adalah menjaga kelangsungan organisasi tersebut.
Untuk tujuan tersebut, perusahaan mestilah meraih laba untuk membiayai
kelangsungan tersebut. Seringkali terjadi, di perusahaan masing-masing
divisi merasa lebih penting ketimbang divisi yang lain. Hal ini bisa
membuat seorang pemimpin tidak fokus dan akhirnya melupakan pentingnya
laba.
Terpaku Pada Persoalan, Lupa Tujuan
Salah satu
alasan mengapa seorang pemimpin tidak efektif adalah karena ia terpaku
pada masalah-masalah sederhana, misalnya kesalahan-kesalahan kecil yang
dilakukan anak buahnya atau orang lain.
Daripada
membuang-buang energi untuk mencari-cari kesalahan orang lain, tentu
lebih baik jika seorang pemimpin melakukan pendekatan lain. Misalnya
dengan mencari tahu, apa yang mempengaruhi prestasi seseorang.
Bersikap Sebagai Sesama, Bukan Pemimpin
Usai jam
kantor, banyak pemimpin perusahaan yang ingin bersikap sebagai orang
biasa seperti sesama karyawan yang lain. Kemudian esok paginya ia akan
bersikap sebagai pemimpin lagi. Banyak karyawan yang tidak bisa menerima
sikap seperti itu. Seorang pemimpin memang harus memilih: menjadi
pemimpin atau menjadi sesama karyawan. Tidak ada jalan tengah dalam
situasi seperti itu.
Alasannya
sederhana, kalau tindakan seorang pemimpin terhadap karyawan sembrono,
maka sebenarnya ia tidak hanya tidak menghormati karyawannya. Lebih dari
itu ia juga telah mengajarkan kepada karyawan untuk tidak menghormati
atasannya. Seorang pemimpin tidak boleh terjebak pada perannya sebagai
sahabat, atau psikiater. Tugas pemimpin adalah bagaimana mengelola
kehidupan sebuah perusahaan.
Gagal Menentukan Standar
Banyak
pemimpin yang tidak menyukai konsep menentukan standar. Bahkan mungkin
mereka ingin menghindari pembicaraan tentang hal itu, karena mereka
menilai standar sebagai cara untuk menghukum mereka yang gagal
memproduksi atau yang tidak kompromistis.
Orang yang
beranggapan demikian sebenarnya tidak memahami salah satu kunci
perusahaan yang dikelola dengan baik. Perusahaan memang tidak usah
memaksa orang untuk tunduk kepada sederetan panjang peraturan, tetapi ia
harus mempunyai sasaran untuk membangun kebanggaan pribadi dan
perusahaan.
Sumber : http://hutantropis.com/kekeliruan-fatal-seorang-pemimpin